Human vs Machine

Hayo.. lebih pintar mana, manusia atau robot ?

Rabu, 11 Februari 2015

Jika Mesin-mesin Ini Menggantikan Manusia Part I



Dulu sebelum menginjakkan kaki di negara maju, pikiran ini selalu berkhayal suatu saat otomasi atau apa-apa dilakukan oleh mesin itu merambah ke Indonesia. Mau bayar listrik, tinggal online. Kalaupun tidak cukup datang ke PLN, mendatangi suatu mesin. Pencet ini itu, selesai, lunas. Tidak perlu berhadapan dengan petugas yang mungkin pelayanannya tidak menyenangkan. Apalagi jika membayar terlambat, kita tidak perlu malu ketemu petugas. Cukup bertemu mesin, dan bayar denda, selesai. Mau menabung, cukup memasukkan uang ke dalam mesin. Pencet ini dan itu, selesai. Rekening bertambah. Mau beli tiket bis atau kereta jika tidak bisa online, tinggal mendatangi mesin yang diletakkan di stasiun. Pencet ini dan itu, selesai. Dapatlah tiket. Tidak perlu ada calo tiket yang seringnya membuat kita jengkel. Mau beli di swalayan, tinggal mendatangi mesin. Bayar dan bisa dapat kembalian uang pas, bukan permen. Sudah selesai. Tidak perlu ketemu dengan pelayan yang kadang tidak ramah apalagi sampai dikasih kembalian permen. Tentu menyebalkan bukan?

Trolley
Ya, ketika kita mengalami hal buruk dengan orang membuat kita bermimpi jika suatu saat apa-apa di negeri ini dilakukan oleh mesin saja. Di artikel ini saya berbagi bagaimana alat-alat dioperasikan tanpa banyak melibatkan tenaga manusia. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Inggris, begitu keluar dari Imigrasi langsung ke baggage claim. Tas kami banyak, butuh trolley untuk membawanya. Saya toleh sana sini, tidak ada petugas pembawa trolley. Hanya saya lihat di pojokan ada trolley berjajar rapi. Suami saya bilang, butuh duit £1 untuk itu. Karena orang udik yang masih belum ‘ngeh’ saya masih berfikir, bayarnya dimana. Sebelum sempat saya mendapat jawaban, suami saya langsung ambil uang £1 di kantongnya dan menuju ke trolley yang berjajar itu kemudian memasukkan uang ke dalam lubang di pegangan trolley. Dengan memasukkan uang ke trolley itu berarti trolley bisa digunakan. Ah ternyata cukup mudah. Cuma £1 saja atau kurang lebih ya Rp 15.000. Tidak ada porter yang minta tarif beda-beda.

Mesin Tiket
Di lain waktu, jalan-jalan ke pusat kota untuk mencari keperluan rumah. Suami sudah mengingatkan untuk menyiapkan uang receh karena seringnya pak sopir hanya mau uang pas. Saya bertanya dalam hati, kok pak sopir? Bukannya kondektur? Tapi saya simpan saja pertanyaan saya supaya tidak ketahuan ‘terlalu udik’. Tibalah kami di bus stop dekat rumah. Begitu bus datang, suami langsung memasukkan uang ke mesin dekat sopir kemudian dari mesin di dekat pintu keluar tiket. Akhinya terjawab sudah pertanyaan saya tadi. Ya, kru bus tingkat atau dikenal double decker itu hanya satu. Hanya sopir bus itu sendiri. Tidak ada kondektur yang siap narik. Lantas, bagaimana turunnya? Tinggal pencet bel yang hampir selalu ada di besi pegangan di dekat kursi penumpang. Kalau ini saya tahu. Dulu di Surabaya kalau naik angkot kalau mau turun pake pencet bel. Ah berarti Indonesiaku belum ketinggalan terlalu jauh. Sidikit berbeda ketika naik kereta api. Untuk membayar tiket kereta sebenarnya bisa dilakukan online. Tapi kami seringnya beli langsung di stasiun. Membayar tiket bisa dilakukan lewat kasir dan juga disediakan mesin. Tinggal pencet ini dan itu, masukkan debit card atau bayar cash untuk bayar, selesai. Dapatlah tiket kereta api.